Sabtu, 21 April 2012

Biaya Pilkada


Pemilihan kepala daerah atau pilkada ajang pemilihan kepala daerah yang di lakukan setiap 5 tahun sekali adalah sebuah proses “demokrasi” untuk memnentukan kepala daerah.  Pilkada mempunyai beberapa aturan yang telah di tetapkan olah pemerintah, yaitu dalam RUU baru:
1. Untuk Pemilihan Gubernur dilaksanakan oleh KPUD Provinsi dan DPRD Propinsi.
2. Untuk Pemilihan bupati/ walikota dipilih langsung, umum, bebas, rahasia,  jujur dan   adil  berasal dari asas pemilu
Secara sistematika penyusunan berdasarkan lampiran UU Nomor 10 Tahun 2004, draft ini kurang memenuhi karena tidak dicantumkan penjelasan baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal-pasal atau ayat.
Dilihat dari pertimbangan hukum (konsideransi) draft ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
1.    Konsiderans huruf a belum mencerminkan landasan filosofis yang melatarbelakangi dibentuknya UU ini; apakah pelaksanaan atau penyelenggaran pemilihan kepala daerah yang selama ini dianggap atau dinilai tidak demokratis?. Kemudian, apakah keperluan akan pengaturan penyelenggaraan pilkada ini merupakan amanat konstitusional (UUD NRI Tahun 1945) karena konstruksi norma dalam Pasal 18 ayat (4) tidak secara tegas (eksplisit) memerintahkan untuk diatur lebih lanjut dengan UU, justru ayat (4) yang jelas dan nyata mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam UU (UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah)?.
2.    Konsiderans huruf b,belum terlihat konstatasi fakta yang sepenuhnya menjadi landasan pembentuknya UU ini. Apakah frase “sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan”  dapat diterima sebagai alasan sosiologis-yuridis yang tepat? Karena parameter/alat uji terhadap hal tersebut sangat sumir dan sulit terukur. Apakah dengan hanya berdasar pada alasan “ketidaksesuaian” tersebut perlu dibentuk UU tersendiri, apa tidak sebaiknya dengan penyempurnaan atau perubahan terhadap pengaturan mengenai Pilkada itu saja?.
3.    Konsiderans huruf c , mengenai rumusan “menetapkan” apakah draft ini nantinya jika telah disetujui bersama oleh DPR akan dilakukan penetapan oleh Presiden ataukan pengesahan?.jika mengacu UU No.10 Tahun 2004, rumusan konsiderans ini seharusnya menggunakan frase “...membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah”
Ada beberapa persoalan pokok dalam RUU tentang Pilkada ini, antara lain:
1.    Pasal 22 E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, apakah sudah tepat dicantumkan sebagai legal base, mengingat Pasal 22 E UUD secara normatif memuat aturan tentang pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD. Apakah dengan konstruksi norma seperti itu dapat dimaknai secara ekstensif bahwa rezim pilkada untuk memilih gubernur dan bupati/walikota termasuk (include) didalam regim pemilu sebagaimana Pasal 22 E tersebut.
2. Dalam RUU pilkada ini mencakup pemilihan Gubernur, dipertanyakan mengapa dalam hal ini mekanisme pemilihan wakil kepala daerah tidak diatur dalam RUU ini.
3. Selain itu juga pendanaan penyelenggaraan Pilkada di bebankan pada APBN dan APBD dengan  catatan  mekanisme batasan penggunaan APBN/APBD tetapi khusus untuk wakil gubernur, wakil bupati/ walikota diatur tersendiri atau terpisah dari RUU ini.
4.    Apakah tidak sebaiknya UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan masih perlu dicantumkan, dengan pertimbangan:
a.    Bahwa ketentuan mengenai Pilkada merupakan bagian (sub-bagian) dari materi pokok/substansi yang diatur dalam UU tersebut, dan pengaturan pilkada ini masih dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah.
b.   Bahwa berdasarkan ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2004 dalam  lampiran angka 27 yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
Sementara itu, untuk anggaran dana pilkada di ambil dari APBD sangatlah besar bisa mencapai puluhan hingga milyaran rupiah. Biaya pilkada yang terlalu besar dapat menjadi penyebab seorang kepala daerah melakuakn korupsi. Sementara itu gaji seorang kepala daerah tidak cukup untuk membayar keseluruha biaya pilkada, sehingga muncul pendapat kepala daerah melakukan korupsi  untuk membayar biaya pilkada.
Berikut ini saya lampirkan beberapa biaya pilkada di suatu kota antara 2007-2012:
1)            Kota Depok  Rp. 33 Milyar
2)            DKI Jakarta   Rp. 220 Milyar
3)            Magetan  Rp. 15 Milyar
4)            Madiun  29 Milyar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar